Minggu, 25 Maret 2012

Separuh Jiwaku Pergi

Aku tidak tahu
Apakah ini bahagia atau kecewa. 
Kemarin harapan itu masih ada
Kemarin tawa itu masih ada
Kemarin kebersamaan itu masih ada 
Kemarin hanya kenangan yang tidak bisa diputar kembali oleh waktu.
Dia yang selalu menjaga
Dia yang selalu ada waktu dibutuhkan,
Dia yang selalu ada waktu sakit, waktu susah, waktu senang
Selalu ada........
Tapi bukan dia yang memiliki
Aku tidak tahu ini adil atau tidak
Aku tidak tahu siapa yang bahagia dan terluka
Permata saja tak sebening hatinya
Berlian saja tak semahal dia
Terlalu berharga...
Ketika semuanya tlah pergi
Jiwakupun juga pergi
Separuh bersamanya

Selasa, 13 Maret 2012

Kafaah in Islamic Perspective

One of the problems that related to issue of marriage is a matter of kafa’ah, namely equality or equivalence between the husband and the wife in certain factors. One of the purpose of kafa'ah is to realize the goal of marriage, namely to realize a happy family. In Islam, a woman married for four things such as; belongings, heredity, beauty and religion. Among these factors, Islam emphasizes the choice of religion. Prioritization of Islam against the religion factor in regulating this issue, of course can’t be separated from efforts to achieve the benefit, which is to realize happy family, then surely kafa'ah determination in order to support that goal.
Here, we take one of problem that happen in our society about interfaith marriage. There is moslem woman want to marriage with christian man. Actually from woman’s family is disagree with woman’s choice because they think that the man is not proper for woman. The differences not only from religion but also from social aspect. The woman come from rich family but the man just come from ordinary family. This differences didn’t make woman cut her marriage, she still marriage although there are many differences with the man. During marriage appear some contradiction between both of them because the woman still in her religion so their thinking always different, their marriage is not harmonize, moreover when their child become moslem. They always have different perspective to educate their child, so that their child confuse who will become good model. From this case we can know that kafa’ah or equality is important in marriage, because when parent educate their children use different perspective and they aren’t harmonize, it will give bad effect for psychological development of children. So that before marriage, couple should consider equality in coequal, level of social, intellectual, descendants, and the important one is religion.    

Kamis, 08 Maret 2012

Konsep Pendidikan Kelas Internasional Perlu Evaluasi


Eksistensi SBI/RSBI hingga saat ini masih menimbulkan pro dan kontra. Keberadaan SBI/RSBI yang semakin berkembang dari tingkat SD, SMP, dan SMA turut menjadi faktor pendukung beberapa Universitas khusunya fakultas pendidikan untuk membuka Program Kelas Internasional guna memenuhi standar pengajar di sekolah SBI/RSBI. Program Kelas Internasional ini juga dibuka oleh Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang pada program studi Pendidikan Agama Islam, PGMI, dan Pendidikan IPS. Untuk ketiga program studi tersebut dalam penyampaian materinya menggunakan bahasa Inggris, ditambah bahasa Arab untuk program studi Pendidikan Agama Islam. Namun, dalam pelaksanaannya program kelas internasional ini menemukan banyak kendala terutama pada aspek penguasaan materi. Mahasiswa terkesan lebih sibuk mendalami aspek bahasa sedangkan materi yang dikuasai ternyata tidak lebih mendalam dibanding mahasiswa kelas reguler. Alumni dari lulusan program ini juga belum tentu mendapat jaminan untuk menjadi tenaga pengajar di sekolah SBI/RSBI. Oleh karena itu program ini perlu dievaluasi kembali agar tidak terkesan sekedar mengikuti trend.     

Rabu, 07 Maret 2012

Budaya yang Terkikis


Ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar sekitar tahun 1997, pada masa itu belum ada pembelajaran yang modern dan canggih seperti sekarang. Anak-anak seusia saya dulu belum mampu mengoperasikan alat-alat elektronik, apalagi berkomunikasi dalam bahasa asing. Kami lebih senang bermain di halaman rumah ditemani kedua orangtua. Namun, kami tergolong anak yang beruntung karena masih mengenal apa yang dinamakan tata krama kepada orang tua dan yang paling penting masih bisa berbicara menggunakan “kromo inggil” yang sekarang mulai dilupakan oleh generasi muda. Seiring dengan perkembangan zaman, budaya menggunakan “kromo inggil” untuk menghormati orangtua sudah mulai ditinggalkan. Anak-anak kecil zaman sekarang justru lebih mahir mengoperasikan komputer untuk mendesain pembelajaran mereka di sekolah atau mahir dalam berbahasa inggris daripada berbicara menggunakan “kromo inggil” sehingga ketika mereka berkomunikasi dengan kedua orangtuanya sepertinya tidak ada penghargaan dan tidak ada bedanya seperti mereka berbicara dengan temannya, yang paling mengherankan lagi mayoritas dari mereka tidak bisa berbahasa jawa padahal mereka orang jawa. Mereka sudah mengerti arti dari gengsi sehingga malu kalau dianggap orang desa ketika berbicara bahasa jawa. Padahal kalau kita renungi budaya Jawa nilainya sangat tinggi, sudah termasuk budaya yang menjadi identitas kita. Bahkan sastra jawa yang terbaik justru terdapat di Belanda bukan di Indonesia. Sayang sekali kalau kita sebagai pemilik budaya tidak mampu melestarikannya sehingga kita kehilangan lagi satu aset yang berharga dalam budaya kita.